Suara Rantau, Minangkan Anak Kami di Kampus Ini

Muhammad Nasir

“Sudah lama kami merantau, inilah satu cara kembali ke ranah Minang.” Demikian kata ibu-ibu salah seorang perantau Minang sekitar sebulan yang lalu. Sayang saya lupa menanya namanya, Bukan lupa juga sebenarnya, tetapi agak ragu dan canggung juga menanya hal itu. Apalagi menanyai ibu-ibu.

“Saya aslinya asal Solok, sudah hampir 30 tahun merantau!” katanya. “Naik bus dari Jakarta, lewat solok, rasanya agak gimana gitu,” ujarnya dengan mata berbinar ria. Tapi entah jadi anaknya kuliah entah tidak, wallahu a’lam.

Begitu benarlah. Bagi para perantau Minangkabau, tanah kelahiran selalu menyimpan tempat istimewa di dalam hati, meskipun mereka telah menempuh perjalanan jauh dan menetap di berbagai penjuru negeri.

Dalam hiruk-pikuk kehidupan di rantau, ada satu impian yang kerap kali menghiasi benak mereka: melihat anak-anak mereka kembali ke akar budaya dan tradisi yang telah membesarkan mereka. UIN Imam Bonjol, kampus kebanggaan ranah Minang, menjadi wujud nyata dari impian ini.

“Saya tak memikirkan anak saya mau jadi apa. Yang jelas UIN Imam Bonjol pasti akan punya cara menjadikan anak saya orang yang berguna, sesuai dengan jurusan yang dipilihnya” tegasnya.

Mari kita inap-menungkan
Ketika para perantau Minang memutuskan untuk mengirimkan anak-anak mereka ke UIN Imam Bonjol, boleh jadi mereka tidak hanya berharap agar anak-anak tersebut mendapatkan pendidikan tinggi yang berkualitas. Lebih dari itu, mereka mungkin ingin menanamkan kembali nilai-nilai luhur Minangkabau yang mungkin telah memudar di tengah gemuruh kehidupan modern. “Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah” menjadi pilar utama yang akan membentuk karakter anak-anak mereka, menyatu dengan setiap langkah mereka di kampus ini.

Padang, kota yang menjadi rumah bagi UIN Imam Bonjol, menawarkan sebuah kehangatan yang tak bisa ditemukan di tempat lain. Kota ini bukanlah metropolitan yang penuh dengan hingar-bingar, tetapi juga bukan kota kecil yang sunyi. Dalam keseimbangan antara kesibukan dan ketenangan, Padang menyediakan lingkungan yang ideal bagi anak-anak para perantau untuk mengenal kembali akar budaya mereka.

Hanya sedikit saja masalahnya, masih ada warga kota yang mada dan tak bertaratik. Buang sampah sembarangan, parkir tak beraturan, asal bunyi asal komentar, melanggar aturan berlalu lintas, malas antri dan sebagainya. Tapi, jika boleh dibanding-bandingkan, ini juga masalah yang dihadapi kota-kota lain. Hasil surveynya saja yang berbeda. Ada yang tinggi, rendah dan sedang.

Orang tua perantau, dengan segala kesibukan mereka di tanah rantau, sering kali merindukan suasana kampung halaman yang penuh dengan kesederhanaan namun kaya akan makna. Padang, dengan jaminan makanan halal dan suasana religius yang kental, menawarkan rasa aman dan nyaman, membuat mereka yakin bahwa anak-anak mereka tidak hanya akan belajar tentang ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai agama dan budaya.

Cerita di awal tulisan ini menjelaskan bahwa UIN Imam Bonjol tidak hanya diniatkan menjadi tempat belajar, tetapi juga laboratorium sosial di mana karakter egaliter Minangkabau dipupuk dan dikuatkan. Bagi para orang tua perantau, hal ini sangat penting. Mereka ingin anak-anak mereka tumbuh menjadi pribadi yang rendah hati, bijaksana, dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kesetaraan, sebagaimana yang diajarkan oleh leluhur mereka.

Mengirimkan anak ke UIN Imam Bonjol adalah upaya untuk memastikan bahwa anak mereka tidak terputus dari akar budaya Minangkabau, meskipun mereka telah lahir dan besar di tanah rantau. Kampus ini menjadi jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan, tempat di mana nilai-nilai tradisional dan modernitas bisa bertemu dalam harmoni yang sempurna.

Ketika masuk ke UIN Imam Bonjol Padang, mereka mungkin datang dengan pengetahuan yang terbatas tentang kampung halaman orang tua mereka, tetapi di sini, mereka akan menemukan kembali identitas mereka sebagai bagian dari masyarakat Minangkabau. Dengan cara ini, orang tua perantau yakin bahwa meskipun anak-anak mereka mungkin tidak tumbuh di tanah Minang, mereka akan selalu membawa “rasa Minang” dalam diri mereka ke mana pun mereka pergi.

Wujudkan Impian itu.
Bagi saya, cerita para perantau Minang itu bak terpanggil orang ka datang, bak terdayung biduk ke hilir. Saya adalah pengajar mata kuliah Sejarah Minangkabau, Kebudayaan Minangkabau serta matakuliah Islam da Budaya Minangkabau. Artinya, saya ini pengajar di UIN Imam Bonjol Padang. Artinya lagi, UIN Imam Bonjol Padang secara resmi menyediakan mata kuliah untuk menjawab mimpi orang tua perantau itu.

Memang bukan itu tujuan utama mata kuliah tersebut. Tetapi sebagai penerapan prinsip pembukaan pembelajaran yang baik dan bermakna, tentu ini diperlukan untuk membangun suasana, antusiasme, komunikasi yang hangat serta dapat meningkatkan perhatian mahasiswa. Dan, tidak hanya mahasiswa putra-putri perantau Minang saja yang perlu di sapa. Semuanya!

Makanya, ketika masuk kelas pertama sekali, pada semester ganjil 2024/2025, hari senin (26/08/2024) saya langsung bertanya, “adakah anak rantau di kelas ini?” Satu kelas saja yang saya tanyai, langsung 4 orang mengangkat tangan. Saya Pak!” Haa…dimana rantaumu, dari mana asalmu, apa suku?”

Mata kuliah keminangkabauan dan pembelajaran di kelas saja tentu tidak cukup untuk memenuhi harapan perantau itu. Boleh jadi dengan menjadikan UIN Imam Bonjol bukan sekadar kampus, tetapi sebuah simbol harapan dan kebanggaan. Di sini, mereka mewujudkan impian untuk melihat anak-anak mereka tidak hanya sukses dalam karier, tetapi juga dalam menjaga dan meneruskan warisan budaya yang telah membesarkan mereka.

Dengan mengirimkan anak-anak mereka ke UIN Imam Bonjol, mereka memastikan bahwa nilai-nilai adat dan agama akan terus hidup dan berkembang di dalam diri generasi penerus, tak terputus oleh waktu dan jarak. Bahwa dalam pikiran para perantau Minang itu, “adat basandi syara’ dan syara’ basandi kitabullah” itu masih teringat.

Utang kita civitas akademika dan segenap unsur penyelenggara menunjukkan bahwa memasukkan anak mereka ke UIN Imam Bonjol Padang adalah pilihan yang tepat untuk me-Minang-kan putra putri mereka. Tinggal mematut-matut diri dan memantas-mantaskan diri untuk menjadi kampus yang bernuansa Minangkabau.

Saudara kita UIN Mahmud Yunus Batusangkar agaknya sudah memantaskan diri dengan himbauan hangat kepada calon mahasiswa baru. “Mari kuliah di Kampus Sains Islami: Refleksi Surau Minangkabau!” Begitu bunyi reklamenya.

About Author