INTEGRASI NILAI-NILAI TOLERANSI PADA MATA KULIAH SEJARAH PERADABAN ISLAM

Oleh: Duski Samad
Refleksi Orasi Ilmiah Dr. Ilham, M.Si pada Wisuda 91,Ahad, 28 April 2024

Sejarah adalah peristiwa masa lalu yang besar kontribusinya dalam membentuk sikap ptilaku masyarakat. Sejarah Peradaban Islam nyata sekali memberi warna pada kehidupan umat Islam era kotemporer.

Sulit dipungkiri bahwa lemahnya penghargaan terhadap gender, toleransi dan kesiapan adanya kemampuan kolabarotaif, serta tidak produktif umat Islam karena kuat faktor sejarah (yurispendesi historis).

Azra, Maarif Institut dan beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa SPI adalah satu di antara materi ajar yang tak responsif gender dan kurang mendukung toleransi.

Mengintegrasikan nilai nilai multikultural dan moderasi beragama dalam mata kuliah SPI diyakini akan memberikan kesadaran historis bahwa Islam itu responsif gender dan menjadi pelopor toleransi dan moderasi beragama.

Ketika arus pemikiran liberal dan konservatif meracuni umat Islam yang otentik kemoderatan maka mengenalkan
dan mengeksplorasi best practices (praktik baik) sejarah positif untuk toleransi dan kerukunan adalah tugas dosen SPI melalui contoh sejarah positif.

Ali Ibn Abi Thalib ditanya rakyatnya saat menjadi khalifah, mengapa di masa Abu Bakar, Umar dan Usman rda umat Islam bersatu dan damai? Ali menjawab zaman sahabat sebelum ini adalah saya dan orang-orang seperti saya yang jadi rakyanyat dan sekarang anda dan seperti anda rakyatnya.

Contoh luar biasa betapa jiwa olobaratif Ibnu Sina yang selalu membaca ilmu dari etnis dan agama mana saja, bagaimana ia mempraktekkan kerja-kerja kedokteran melalui spirit kolaborasi, misalnya dalam penelitian penyakit pes yang berasal dari Tikus.

Contoh hebatnya sikap toleransi (best practices) dapat pula dibaca dalam sejarah positif ketika Umar menaklukkan Konstinopel ini menyatakan “saya ingin menaklukkan jiwa orang Yahudi dan Kristen” buka Rajanya. Artinya toleransi menjadi kata kunci diterima nya Islam oleh semua agama dan komunitas beda kultural.

Sikap moderat dan tolerans yang tinggi dapat pula dibaca dalam sejarah kelahiran bangsa Indonesia. Dasat Indonesia yang akan dibangun di awali dengan dinamika dan dialektika. Terakhir Sam Ratulanggi menolak 7 kata pembukaan uud 1945, akhirnya dapat diyakinkan Bung Hatta yang akhirnya 7 kata dicoret.

Konsep “bersama” itulah perekat Indonesia bersatu sejak awal kemerdekaan itu lahir karena kuatnya semangat moderasi dan toleransi founding father sejak awal.

Contoh paling klasik pada tahun 850 masehi di Marako berdiri intitusi pendidikan yang didirikan seorang perempuan Al Fatimah, artinya tradisi dan penghargaan terhadap perempuan begitu kuat dalam historis Islam.

Konklusi bahwa pembelajaran SPI dii Perguruan Keagamaan diminta untuk diinsertkan padanya praktik baik toleransi dan moderasi beragama. Multikultural esensinya kuat dalam historis Islam. DS. 29042024

About Author