Napak Tilas Hari Amal Bakti Kementerian Agama

oleh: M. Fuad Nasar

Seberapa berartikah Kementerian Agama bagi bangsa dan negara Republik Indonesia, dapat ditemukan dari alasan pembentukannya dan peran kementerian ini dalam pembangunan bangsa. Sebuah kementerian yang membawa nama agama, sesuatu yang mulia di masyarakat, lahir dari diskursus sejarah yang panjang dan mengabadikan jasa banyak orang. Napak-tilas sejarah mempertemukan kita dengan sumber kearifan berbangsa dan bernegara, the nation’s wisdom, dan pemahaman literasi bahwa Kementerian Agama adalah warisan para pejuang yang wajib dijaga muruahnya. Kementerian Agama milik kita bersama.

Sewaktu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melangsungkan rapat tanggal 19 Agustus 1945 membicarakan rancangan kementerian/departemen, usulan untuk membentuk Kementerian Agama  hanya didukung oleh sebagian anggota PPKI dan ditolak oleh sebagian yang lain. Kementerian Agama batal dibentuk dalam susunan kabinet Indonesia yang pertama.

Menurut B.J. Boland dalam buku Pergumulan Islam di Indonesia (1985), ditolaknya pembentukan Kementerian Agama dalam susunan pemerintahan Indonesia telah meningkatkan kekecewaan orang-orang Islam yang sebelumnya telah dikecewakan oleh keputusan yang berkenaan dengan dasar negara, yaitu Pancasila, dan bukannya Islam atau Piagam Jakarta. Dalam pandangan K.H.A.Wahid Hasjim sebagaimana dimuat dalam buku Sedjarah Hidup K.H.A. Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar (1957), pada waktu itu orang berpegang pada teori bahwa agama harus dipisahkan dari negara. Pikiran orang pada waktu itu, di dalam susunan pemerintahan tidak usah diadakan kementerian tersendiri yang mengurusi soal-soal agama.

Momentum baik akhirnya tiba sewaktu sidang Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) tanggal 25 – 27 November 1945 di gedung bersejarah Fakultas Kedokteran (FKUI) Jalan Salemba Raya No 4 – 6 Jakarta. Pembentukan Kementerian Agama kembali diusulkan, kali ini oleh wakil-wakil dari Komite Nasional Indonesia Daerah Karesidenan Banyumas yaitu K.H. Abu Dardiri, K.H.M. Saleh Su’aidy, dan M. Sukoso Wirjosaputro, ketiganya mewakili Partai Masyumi, yang duduk sebagai Anggota KNIP.

Dalam pemandangan umum atas keterangan pemerintah, K.H.M. Saleh Su’aidy selaku Ketua dan Juru Bicara KNI Karesidenan Banyumas mengusulkan, supaya dalam Negeri Indonesia yang sudah merdeka ini, janganlah hendaknya urusan Agama hanya disambilkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan saja, tetapi hendaklah Kementerian Agama yang khusus dan tersendiri.

Menurut Mohammad Natsir, salah seorang anggota BP-KNIP, dalam wawancara dengan tim penyusun buku Derap Langkah Departemen Agama  (1946 – 1982), usulan pembentukan Kementerian Agama diterima dengan aklamasi oleh semua anggota. Pada saat itu tidak ada satu suara pun yang menolak pembentukan Kementerian Agama.

K.H.M.Saleh Suaidy, ulama dan pejuang asal Sumatera Barat, pengusul pembentukan Kementerian Agama dalam sidang KNIP, November 1945.

Pemandangan umum yang dibacakan oleh K.H.M. Saleh Suaidy disambut dan perkuat oleh Mohammad Natsir, Dr. Mawardi, Dr. Marzuki Mahdi, N. Kartosudarmo dan lain-lain. Tanpa melalui pemungutan suara, Presiden Soekarno memberi isyarat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta, lalu berdirilah Bung Hatta menyatakan bahwa adanya Kementerian Agama tersendiri mendapat perhatian pemerintah.

Sejarah mencatat pada Jumat malam tanggal 4 Januari 1946, Wakil Menteri Penerangan Mr. Ali Sastroamidjojo di depan corong radio Yogyakarta mengumumkan di dalam susunan Pemerintah Agung diadakan kementerian baru ialah Kementerian Agama yang dipimpin oleh H. Rasjidi sebagai Menteri. Dalam pidato di radio Yogyakarta Jumat malam 4 Januari 1946, Rasjidi menegaskan bahwa berdirinya Kementerian Agama adalah untuk memelihara dan menjamin kepentingan agama-agama serta pemeluk-pemeluknya.

Prof. Dr. H.M.Rasjidi, Menteri Agama Pertama Republik Indonesia, 1946

Dasar hukum pembentukan Kementerian Agama adalah Penetapan Pemerintah No 1/S.D. tanggal 3 Januari 1946 yang berbunyi, ”Presiden Republik Indonesia, Mengingat: usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, memutuskan: Mengadakan Kementerian Agama.”

Pembentukan Kementerian Agama bukan hanya untuk kepentingan umat Islam saja, tetapi untuk kepentingan bangsa dan negara secara keseluruhan. Dalam Konferensi Jawatan Agama Seluruh Jawa dan Madura di Surakarta tanggal 17 dan 18 Maret 1946, Menteri Agama Rasjidi mengungkapkan maksud didirikannya Kementerian Agama adalah untuk merealisasikan pelaksanaan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 dan juga dalam rangka mengakhiri pemecah-belahan umat beragama oleh pemerintah Hindia Belanda dan Pemerintah Balatentara Jepang. Pernyataan tersebut merupakan precommitment aparatur Kementerian Agama untuk menjamin kemerdekaan beragama dan menjaga persatuan umat beragama.

Kantor Kementerian Agama, Medan Merdeka Utara 7, Djakarta

Dalam buku Derap Langkah Departemen Agama  (1946 – 1982) disusun oleh tim Badan Litbang Departemen Agama dijelaskan satu hal yang unik dalam pelayanan kehidupan beragama di negara kita bahwa aparatur yang melayani dan membimbing haruslah beriman dalam agama yang dilayani dan dibimbingnya. Karena itulah Kementerian Agama mempunyai unit organisasi sesuai dengan agama yang dilayaninya. Meski pada permulaan dibentuknya Kementerian Agama tidak dijumpai adanya produk tertulis yang mengatur struktur organisasi kementerian ini di Pusat, namun secara de facto di tingkat Pusat terdapat 10 unit organisasi, termasuk bagian-bagian yang mengurusi agama Islam, Kristen (Protestan dan Katolik), Hindu dan Buddha. 

Kementerian Agama hadir sebagai konsekuensi dari negara yang berdasarkan Pancasila, di mana sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa. Model Kementerian Agama pada hakikatnya merupakan jalan tengah antara teori memisahkan agama dari negara dan teori persatuan agama dengan negara. Singkatnya, Kementerian Agama menjembatani negara yang berdasarkan agama dan negara sekuler dalam filsafat bernegara di Indonesia. Menurut R. Moch. Kafrawi, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama tahun 1950 – 1959, Kementerian Agama timbul dari formula Indonesia asli yang mengandung kompromi antara dua konsep yang berhadapan muka, yaitu : sistem Islami dan sistem sekuler.

Jarang terungkap bahwa tokoh pengusul pembentukan Kementerian Agama dalam sidang pleno KNIP yaitu K.H.M. Saleh Suaidy adalah ulama pejuang dan perintis kemerdekaan yang berasal dari Matur Kabupaten Agam Sumatera Barat dan lama menetap di Jawa. Ia pernah menjabat Kepala Jawatan Penerangan Agama (setingkat Direktur Penerangan Agama) dan terakhir pensiunan pegawai tinggi Kementerian Agama. Sewaktu pemakaman jenazah almarhum K.H.M. Saleh Suaidy di TPU Tanah Kusir Jakarta tanggal 27 Agustus 1976 Menteri Agama waktu itu Prof. Dr. H.A. Mukti Ali menegaskan bahwa berdirinya Kementerian Agama antara lain adalah jasa dari Saudara Saleh Suaidy yang menandatangani resolusi umat Islam untuk diadakannya Kementerian Agama dalam Pemerintahan Republik Indonesia.

          Selamat memperingati Hari Amal Bakti ke-78 Kementerian Agama tanggal 3 Januari 2024.

About Author