JEJAK PERADABAN ACEH (3)

Oleh: Duski Samad
Guru Besar dan Ketua Senat UIN Imam Bonjol

Perjalanan sejarah Peradaban Provinsi Nanggaro Aceh Darussalam bermula tahun 1511 masehi ketika kerajaan Pasai tumbuh pesat sebagai perdagangan Islam dan Portugis itu saat itu menguasai Malaka. Tahun 1520 Aceh menjadi Bandar Dagang Internasional dan tahun 1524 Kerajaan Pasai Aceh mengalahkan Portugis di Malaka. Tahun 1526 Pasai dan kerajaan inti di Aceh lainnya menjadi bahagian dari Kerajaan Aceh. Tahun 1607 Sultan Iskandar Muda menjadi Sultan Aceh saat itu Kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaan di bidang politik dan ekonomi di semenanjung Melayu dan memiliki daerah taklukan yang luas.

Jejak peradaban Aceh sangat kaya dan beragam, dengan sejarah yang panjang dan berpengaruh di wilayah Nusantara. Beberapa titik penting dalam jejak peradaban Aceh antara lain:

  1. Kerajaan Aceh Darussalam: Kerajaan Islam pertama di Indonesia yang didirikan pada abad ke-16. Kerajaan ini menjadi pusat penyebaran agama Islam di wilayah Nusantara dan memiliki hubungan perdagangan yang kuat dengan negara-negara Eropa dan Timur Tengah.
  2. Perlawanan terhadap penjajah: Aceh dikenal sebagai wilayah yang gigih melawan penjajah, terutama Belanda. Perang Aceh melawan Belanda berlangsung selama beberapa dekade dan menjadi simbol perlawanan dan keberanian rakyat Aceh.
  3. Warisan budaya: Aceh memiliki warisan budaya yang kaya, termasuk seni tari, seni musik, seni ukir, dan arsitektur tradisional yang unik. Salah satu contoh yang terkenal adalah rumah tradisional Aceh yang disebut “rumoh Aceh”.
  4. Islam Nusantara: Aceh dikenal sebagai salah satu pusat pengembangan Islam di Nusantara. Banyak ulama terkemuka berasal dari Aceh dan tradisi keagamaan yang kuat masih terjaga hingga saat ini.
  5. Tsunami Aceh 2004: Peristiwa tsunami pada tahun 2004 mengguncang Aceh secara mendalam, namun juga menunjukkan kekuatan solidaritas dan ketahanan masyarakat Aceh dalam menghadapi bencana alam.

Jejak peradaban Aceh ini menjadi bagian penting dalam sejarah Indonesia dan terus memengaruhi identitas dan perkembangan wilayah tersebut hingga saat ini.

MUSEUM TSUNAMI
Cuplikan sukses story Aceh masa lalu terbaca mudah pada cacatan sejarah di Perpustakaan Provinsi Nanggro Aceh Darussalam baik dalam buku-buku maupun pada peta dan diagram yang menunjukkan kuatnya jejak peradaban kerajaan dan rakyat Aceh. Museum Tsunami Aceh yang memajang photo-photo peristiwa Tsunami yang terjadi 29 Desember 2004 lalu adalah jejak sejarah kelam yang menjadi saksi hidup Aceh tetap ada, kuat dan melanjutkan jalan peradaban sejarah.

Ruang sumur doa yang menuliskan nama-nama korban Tsunami Aceh yang merupakan simbol kuburan massal berbentuk sumur dengan tinggi sekitar 30 meter adalah saksi bisu sejarah Aceh yang sulit dilupakan orang Aceh.

Terdapat 3600 orang nama korban disekeliling dinding yang mewakili ribuan korban tanpa ditemukan oleh saudara dan keluarganya. Di bahagian paling atas terdapat lafazd Allah SWT yang mempunyai maksud setiap makhluk hidup akan kembali kepada Allah.

SYIAH KUALA
Jejak peradaban yang monumental ketiga yang dikunjungi hari Kamis, 16 Mei 2024 adalah makam ulama terkenal Syekh Abdur Rauf al-Sinkili yang lebih populer dengan Syiah Kuala, yang sekarang namanya diabadikan menjadi Universitas Syiah Kuala di Darussalam Kota Banda Aceh. Tulisan Syiah Kuala adalah bahasa lisan orang Aceh terhadap kata Syekh.

Syekh Abdurrauf al-Sinkili adalah seorang ulama dan cendekiawan Islam yang memiliki peran penting dalam sejarah Kerajaan Aceh. Beliau dikenal sebagai ulama yang berpengaruh pada masa keemasan Kesultanan Aceh Darussalam. Peran dan kedudukan Syekh Abdurrauf al-Sinkili dalam Kerajaan Aceh antara lain:

  1. Penasihat Agama: Syekh Abdurrauf al-Sinkili seringkali menjadi penasihat agama bagi para sultan Aceh. Beliau memberikan nasihat dan panduan keagamaan kepada penguasa Aceh serta membantu dalam menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut.
  2. Pendidik: Selain sebagai ulama, Syekh Abdurrauf al-Sinkili juga dikenal sebagai seorang pendidik. Beliau mendirikan madrasah dan pesantren di Aceh untuk mendidik generasi muda dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan.
  3. Pejuang Kemerdekaan: Syekh Abdurrauf al-Sinkili juga terlibat dalam perjuangan melawan penjajah di Aceh. Beliau mendukung perlawanan rakyat Aceh terhadap kolonialisme dan memperjuangkan kemerdekaan Aceh dari dominasi asing.

Peran dan kedudukan tersebut, Syekh Abdurrauf al-Sinkili dianggap sebagai salah satu tokoh yang berjasa dalam memperkuat identitas keislaman dan kemerdekaan Aceh. Makam Syiah Kuala yang ditulis di pintu gerbangnya Adat Bak Po Teumeurhom Hukum Bak Syiah Kuala Adat sama Po Teumeureuhum Hukum sama Syiah Kuala adalah mengandung arti posisi adat di tentu oleh Teumeureuhum dan ajaran atau hukum Islam ditentukan oleh Syiah Kuala gelar kehormatan bagi Syekh Abdur Rauf al-Sinkili yang menjadi Qadi dan Mufti kerajaan Aceh khusus saat Raja dipegang Sultan perempuan (Sultanah).

Kawasan makam yang berada dipinggir laut Samudera Hindia menjadi kunjungan umat Islam dari belahan dunia. Tengku Abdul Wahid penjaga makam menceritakan ada tiga kali dalam setahun penziarah dari Sumatera Barat pengikut Syekh Burhanuddin Ulakan Pariaman murid dari Syiah Kuala adalah penziarah paling banyak sampai puluhan mobil bus dan mereka disediakan tempat untuk menginap disini.

Ketika ditanya mengapa ada penziarah dari Pariaman Sumatera Barat yang berziarah ke Makam Syekh Abdur Rauf al-Sinkili ke Sinkel dengan tegas dan jelas beliau menjelaskan bahwa makam di Sinkel bukan kuburan Syiah Kuala. Fatwa MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) Aceh dan sudah dilakukan kajian arkeologi oleh Pemerintah bahwa kuburan Syiah Kuala atau Syekh Abdur Rauf al-Sinkili ya di Kuala ini.

Penjelasan kepiawaian Syiah Kuala dicerita Tengku Abdul Wahid bahwa pendapat hukum (fatwa) Syekh Abdur Rauf al-Sinkili menyelesaikan masalah tentang perdebatan dikalangan ulama Syafi’yah bahwa kaum perempuan tidak boleh menjadi Sultan. Memang dalam sejarah Syekh Abdur Rauf al-Sinkili dikenal luas sebagai ulama akomodatif terhadap adat lokal dan menjadi tokoh solutif yang mendamaikan paham keagamaan wujudiyah dan paham syuhudiyah dalam tasawuf, beliau membolehkan perempuan jadi Raja, atau Sultanah, tetapi hukum mesti dijalankan oleh ulama.

Syiah Kuala diabadikan sebagai nama Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) di Aceh berasal dari nama sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di wilayah Aceh pada abad ke-16, yaitu Kesultanan Syiah Kuala. Nama “Syiah Kuala” sendiri berasal dari kata “Syiah” yang merujuk pada salah satu aliran dalam Islam, dan “Kuala” yang berarti muara sungai. Kesultanan Syiah Kuala dikenal sebagai pusat pendidikan Islam yang terkenal pada zamannya, dan warisan intelektualnya menjadi inspirasi bagi pendirian universitas di Aceh pada tahun 1961 yang kemudian dinamakan Universitas Syiah Kuala.

DUMPATNA KUPIHE
Dumpatna Kupihee artinya dimana-mana ada kopi adalah merek dagang kedai kopi di Aceh. Memang salah satu jejak peradaban lain yang cukup kuat di Aceh adalah peradaban kopi. Kisah, gaya hidup dan realitas kopi, mengopi, warung kopi dan cafe cofee adalah realita hidup yang tetap nyata pada masyarakat Aceh kotemporer.

Kopi memiliki hubungan yang sangat erat dengan tradisi di Aceh, Indonesia. Aceh dikenal sebagai salah satu produsen kopi terbaik di Indonesia, terutama kopi Gayo yang terkenal di seluruh dunia. Kopi Gayo ditanam di dataran tinggi Gayo, Aceh, yang memiliki iklim dan tanah yang cocok untuk pertumbuhan kopi berkualitas tinggi.

Selain itu, di Aceh terdapat tradisi minum kopi yang disebut “kopi tubruk” atau “kopi kawa”. Kopi tubruk adalah cara tradisional menyeduh kopi dengan mencampur bubuk kopi dengan air panas langsung dalam gelas, tanpa menggunakan alat seduh kopi seperti French press atau pour-over. Kopi tubruk biasanya disajikan dengan gula dan memiliki cita rasa yang kaya dan kuat.

Selain itu, kopi juga sering menjadi bagian dari upacara adat dan acara sosial di Aceh. Kopi sering disajikan kepada tamu sebagai tanda keramahan dan kehormatan. Kopi juga sering menjadi bagian dari perayaan dan acara keagamaan di Aceh.

Jadi, dapat dikatakan bahwa kopi memiliki peran yang sangat penting dalam tradisi dan budaya Aceh, serta menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh. Di era digital kini kopi sudah bertransformasi mengikuti gaya hidup kaum milinial dan masyarakat umum di seluruh Provinsi Nangro Aceh Darus Salam. ds

About Author